Langsung ke konten utama

POST BLOG : perencanaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK RUMAH TANGGA

Saat ini sistem pembangkitan energi listrik menggunakan sumber energi matahari sudah berkembang sangat pesat . Panel surya sebagai kolektor energi pada sistem PLTS telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan dimotori oleh panel surya berbasis kristal silikon yang menguasai 90% market panel surya di dunia. PLTS saat ini mulai dinikmati masyarakat perkotaan meskipun umumnya hanya diaplikasikan sebagai penerangan jalan umum dan lampu taman, sedangkan untuk sumber energi utama PLTS masih kurang diminati karena harga perKWh yang belum masuk jika dilihat dari segi ekonomis. Meskipun demikian, menggunakan PLTS sebagai sumber energi listrik utama bukan hal mustahil untuk diterapkan karena harga energi listrik dari PLN selalu meningkat dan harga panel surya yang terus menurun setiap tahunnya bisa saja mengejar nilai keekonomian dari sistem PLTS saat ini. Pada tulisan ini saya akan mencoba memberi penjelasan tentang perhitungan dan perencanaan yang tepat jika anda tertarik memasang PLTS sebagai sumber energi listrik utama di rumah anda.
1.      Cari tahu beban rata-rata harian rumah anda.
Jika pakai KWhmeter pasca baya atau kwhmeter tipe lama, lihat struk pembayaran bulanan anda kemudian dibagi 30 hari. Semakin banyak data yang digunakan semakin bagus, bila perlu data selama 1 tahun atau bahkan 2 tahun sehingga datanya lebih akurat.
Jika anda masih bingung dengan hal diatas, maka ada cara 1 lagi. Berapa biaya yang anda habiskan sebulan untuk membayar listrik? Saya misalkan anda menghabiskan biaya listrik Rp.200rb/bulan, kemudian bagi dengan  Rp.1467,28/Kwh sehingga :
Beban/bulan : Rp.200.000/ Rp.1467,28/Kwh = 150 Kwh/bln
Beban /hari  :150 Kwh/30 hari = 5 Kwh/hari
Jadi beban rata-rata harian jika anda menghabiskan biaya listrik 200rb/bulan adalah sebesar 5 Kwh. Rata-rata beban harian ini merupakan hal penting yang harus diketahui untuk merancang sebuah sistem PLTS pada beban rumah tangga. Patut dicatat angka 1467,28 merupakan acuan berdasarkan harga listrik perKwh non subsidi untuk beban terpasang 1300VA yang dapat berubah sewaktu-waktu. Untuk mengeceknya silahkan klik di SINI.
2.      Tentukan lokasi pemasangan panel surya
Lokasi pemasangan panel surya harus mengikuti hal-hal dibawah ini :
a)      Memiliki akses terhadap sinar matahari langsung
b)      Bebas dari gangguan eksternal (hewan, anak-anak dll)
c)      Memiliki akses untuk perawatan panel surya (pembersihan rutin permukaan panel surya)
Umumnya pemasangan panel surya pada perumahan ditempatkan di atap rumah dengan alasan memiliki akses yang bagus dan hal ini sangat saya anjurkan terutama untuk rumah yang memliki halaman yang sempit. Harus diingat ada satu hal yang diharamkan pada pemasangan panel surya dan banyak yang mengabaikannya bahwa “permukaan panel surya tidak boleh terkena bayangan suatu benda” karena hal ini benar-benar akan menghancurkan kinerja panel surya. sebagai contoh dibawah ini :

Gambar 1. Bayangan yang muncul pada permukaan panel surya
Gambar diatas merupakan penelitian saya tentang penggunaan reflektor pada panel surya, bayangan yang muncul di panel surya akibat penggunaan reflektor diatas dapat mengurangi daya output panel surya hingga lebih dari 80%! meskipun jika kita lihat bayangan tersebut hanya menutupi sebagian kecil permukaan panel surya. Bayangan sendiri dapat muncul diakibatkan oleh pepohonan, bangunan/gedung, bahkan tiang listrik. Untuk itu perhatikan benar-benar lokasi pemasangan panel surya anda jangan sampai hal ini terabaikan.
3.      Tentukan orientasi dan sudut kemiringan panel surya
Hal ini jika dijelaskan secara teori sangat rumit jadi saya berikan cara sederhananya dan hanya untuk daerah Indonesia :
1.      Harus diingat pada pemasangan panel surya orientasinya hanya 2 arah yaitu utara atau selatan
2.      Untuk daerah selatan khatulistiwa orientasinya ke utara berlaku juga sebaliknya pada daerah utara khatulistiwa orientasinya ke selatan. Gunakan kompas sebagai panduan arah mata angin tersebut.
3.      Contoh daerah selatan khatulistiwa adalah pulau jawa atau bali sedangkan utara khatulistiwa adalah Aceh atau Prov. Kaltara.
Saya menyarankan tilt angle pada pemasangan panel surya di wilayah indonesia sebesar 100. Maka, jika anda saat ini berada di pulau jawa/bali maka pemasangan panel surya anda memliki besar sudut kemiringan 100 dengan orientasi kemiringan ke arah utara.
Bagaimana untuk daerah yang tepat di daerah khatulitiwa seperti kota Pontianak ? Jika mengikuti kajian ilmiah tentu sudut kemiringan yang cocok untuk kota Pontianak adalah sebesar 00. Namun hal ini tidak baik karena mempertimbangkan aspek debu/air hujan yang susah untuk pergi jika panel surya dalam posisi tegak horizontal. Untuk itu saya sarankan pada daerah khatulistiwa menggunakan sudut kemiringan sebesar 50 dengan orientasi bebas (boleh utara,boleh selatan).
4.      Menentukan jenis dan jumlah panel surya yang dibutuhkan
Ada 2 jenis panel surya yaitu monokristalin dan multikristalin (polikristalin). Karena karakteristik cuaca dan iklim di Indonesia maka jenis polikristalin adalah yang terbaik dan kebetulan harganya lebih murah ketimbang jenis monokristalin. Untuk menentukan jumlah panel surya yang dibutuhkan perlu diketahui beberapa hal, seperti :
a)      Rata-rata beban harian, sudah saya uraikan di penjelasan No.1
b)      Kapasitas daya panel surya, biasanya dikenal sebagai Wattpeak (Wp) dan sudah tertera di spesifikasi panel surya. biasanya berkisar antara 50 Wp- 425 Wp.
Dimana,
nps                   = jumlah panel surya yang dibutuhkan
wh/day             = beban harian (Wh)
Ppv,stc             = kapasitas daya panel surya (Wattpeak)
nilai matahari   = di Indonesia biasanya 4,5 atau 4,8
kps                   = faktor pengali (1,1-1,5)

contoh :  anggap saja beban harian anda adalah 5Kwh dan panel surya yang digunakan memiliki kapasitas daya 100Wp. Sehingga jumlah panel surya yang dibutuhkan adalah :

Sehingga pada rumah dengan beban harian 5Kwh dibutuhkan 14 buah panel surya 100Wp.
Angka 4,5 merupakan rata-rata intensitas radiasi matahari harian di Indonesia yaitu 4,5 Kwh/M2 namun biasanya kontraktor/penelitian menggunakan angka 4,8Kwh/M2, hal ini sah-sah saja namun saya lebih menyarankan menggunankan angka 4,5 karena tebalnya lapisan awan di Indonesia sehingga dapat mengurangi intensitas radiasi matahari ke permukaan panel surya. Angka 1,2 merupakan faktor pengali berkisar antara 1,1-1,5 dan saran saya lebih baik menggunakan faktor pengali 1,2.
5.      Menentukan jenis dan jumlah baterai yang dibutuhkan
Sudah ada jenis baterai yang memang dikhususkan untuk panel surya yaitu baterai jenis deep cycle. Sesuai namanya,baterai jenis ini tahan akan pengisian/charge berulang-ulang dan umumnya memiliki umur pakai diatas 10 tahun. Tegangan baterai umumnya sebesar 12V dan 24V dengan arus 25-200Ah.

Dimana,
nb                    = jumlah baterai yang dibutuhkan
kb                    = faktor pengali (umumnya digunakan 2)
Pb                    = kapasitas daya baterai (VAh)
Contoh : anggap saja anda menggunakan 14 buah panel surya 100 Wp dan menggunakan baterai dengan spesifikasi 12V 100Ah sehingga jumlah baterai yang dibutuhkan adalah :

Sehingga jumlah baterai yang dibutuhkan adalah sebanyak 11 unit.
6.      Solar charge controller (SCC)
Solar charge controller berfungsi untuk mengatur keluaran panel surya agar sesuai dengan tegangan dan arus pengisian baterai. Tegangan output panel surya umumnya berkisar 16-20an V, sedangkan tegangan pengisian baterai 12 V biasanya adalah 13,3-14,7 V untuk itu dibutuhkan solar charge controller yang mampu menyesuaikan/mengatur output panel surya menuju baterai. Alat ini juga memiliki fungsi lain seperti proteksi overcharge, yaitu menghentikan arus pengisian ketika baterai sudah dalam keadaan penuh.
Dalam menentukan kapasitas SCC perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
a)      Memilih output SCC sesuai dengan input baterai. Jika tegangan baterai adalah 12 V maka gunakan SCC yang dikhususkan mengisi baterai 12 V.
b)      Harus mempertimbangkan arus maksimal yang akan dilewati SCC, hal ini berkaitan dengan arus maksimal yang mengalir dari panel surya. arus maksimal panel surya dapat dilihat di datasheet panel surya yang kita gunakan. Sebagai contoh: Panel surya 100Wp umumnya memiliki arus maksimum sebesar 5,2-5,4 A. Jika kita menggunakan 14 buah panel surya 100 Wp dengan arus maksimum panel surya 5,3 A, maka arus maksimum yang akan mengalir ke SCC adalah sebesar 5,3 x 14 = 74,2 A. Tentu saja SCC  yang kita gunakan harus mampu dilewati arus sebesar nilai tersebut dan sebaiknya kapasitas arus maks. SCC sebesar 74,2 x 1,2 = 89,04 A. Gunakan SCC dengan kemampuan 90 A atau mendekati nilai tersebut. Bisa juga digunakan 2 buah SCC 45 A atau mendekati, dengan syarat panel surya dibagi menjadi 2 rangkaian sehingga arus yang mengalir dibagi menjadi 2 bagian. Kita juga bisa menempatkan masing-masing 1 buah SCC untuk tiap panel surya sehingga bisa menggunakan 14 SCC dengan kapasitas arus maksimum 5,3A x 1,2 = 6,36 A, di pasaran mungkin tidak ada SCC dengan nilai tersebut karena biasanya bernilai genap 10A, 20A hingga 100A.

7.      Inverter
Inverter merupakan salah satu komponen PLTS yang berfungsi untuk mengubah arus listrik 12/24V DC dari baterai menjadi arus listrik  220V AC untuk melayani beban. Beberapa saran dalam pemilihan inverter :
a)      Kapasitas inverter sebaiknya 120% dari kapasitas beban yang dilayani
b)      Saat ini sudah ada pure sine wave inverter yang gelombang sinusoidalnya persis dengan gelombang sinus dari PLN. Inverter jenis ini lebih baik ketimbang jenis inverter konvensioal yang sejatinya tidak “satu gelombang penuh”. Inverter jenis ini juga cukup baik “bermain” dengan beban induksi (kipas, mesin air dll) ketimbang inverter konvensional.
Pemilihan kapasitas inverter “harus mampu melayani beban saat berada di periode puncak beban” atau disebut juga saat beban maksimum. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membatasi beban maksimum yang akan dilayani sistem seperti yang dilakukan PLN dengan membatasi daya maksimum pelanggan sebesar  900VA (4A), 1300VA (6A) ataupun 2200VA (10A). Maka, sebaiknya setelah inverter kita memasang circuit breaker sesuai dengan beban maksimum yang kita inginkan.
Contoh : jika CB yang kita gunakan berkapasitas 6A, berapakah kapasitas daya inverter yang sebaiknya kita gunakan?
6A x 220V = 1320 x 1,2 = 1584 Watt
Maka gunakan inverter yang nilainya mendekati 1584 Watt.
berikut saya berikan contoh rangkaian sistem fotovoltaik berdasarkan permasalahan yang sudah kita bahas :

Sekian postingan blog saya kali ini semoga bermanfaat kawan...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN MAGANG : pengukuran pemutus tenaga (PMT) gas SF6 20 KV feeder khatulistiwa

ABSTRAK Pengukuran /pengujian media pemutus tenaga Gas SF6 adalah suatu cara untuk memelihara suatu peralatan pemutus tenaga supaya pemutus tenaga tersebut dapat bekerja semaksimal mungkin dengan umur atau usia kerja peralatan cukup panjang. Pada kerja praktek ini pengukuran PMT  dilakukan dengan menggunakan peralatan merger sebagai salah satu perangkat alat ukur tahanan isolasi pada PMT, sedangkan untuk mengukur tahanan kontak dan keserempakan kecepatan dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang bernama Circuit Breaker Analyzer ( CBA ) H asil pengukuran PMT Gas SF6 20 kV Feeder khatulistiwa 7 yang terdiri dari T ahanan i solasi , T ahanan k ontak , K eserempakan kecepatan PMT didapatkan hasil sebagai berikut : A.   Pada pengukuran T ahanan i solasi yaitu fasa (R,S,T) ke groud (G) rata-ratanya sebesar 70 MΩ. B.   Hasil pengukuran t ahanan kontak untuk setiap fasa diukur sebanyak tiga kali uji coba, ·   fasa R pada uji coba 1-3 mendapatkan hasil yang sama yaitu 0,

POST BLOG : mengenal sistem on-grid dan of-grid pada instalasi panel surya

MENGENAL SISTEM ON-GRID DAN OFF-GRID PADA PLTS Sistem on-grid Sistem on-grid yaitu sistem PLTS dimana sistem tersebut terinterkoneksi secara langsung dengan jaringan listrik milik PLN. Sistem seperti ini sudah lama digunakan di luar negeri dan untuk di Indonesia sistem seperti ini belum menguntungkan karena belum adanya regulasi dari pemerintah/PLN mengenai sistem pembayaran jika sistem PLTS tersebut mengalami surplus energi. Keunggulan dari sistem on-grid adalah biaya investasi yang rendah karena tidak dibutuhkan baterai sebagai media penyimpanan energi. Namun saat ini dikenal juga sistem on-grid yang menggunakan baterai sehingga sistem ini bisa bekerja saat PLN melakukan pemadaman. Tambahan alat pada sistem on-grid adalah grid tie inverter yang berfungsi menyinkronkan output panel surya dengan sumber PLN. Harga grid tie inverter biasanya 4-6 kali harga inverter konvensional yang digunakan pada sistem off-grid. Tentu saja hitung-hitungan secara ekonomis menjadi panduan kita